It’s been a while
since I write.. but to be honest I never stop writing inside my head. Ideas,
thoughts, concepts - or whatever
you call it – has been flowing and flowing and flowing. Mungkin sudah
saatnya untuk merenung dan kembali mengecap keegoisan yang biasanya saya
hindari ketika bersama orang banyak, tapi di dalam rumah ini dan di dalam kamar
ini, I can be myself.
Dimulai dari seseorang yang tidak pernah peduli akan
pendapat orang lain, saya datang dengan begitu banyak pemikiran di kepala saya,
tidak takut akan judgment, that’s always
been me. Wild, free, and emotional, it’s always been me. I cry, I yell, I
swear, but at the end of the day I paint, I write, I draw.
This has always been my issue, my social skill, tapi saya
tidak pernah menyangka isu ini akan memberikan efek yang begitu besar untuk
saya. Mungkin karena pekerjaan, ya mungkin karena itu. Pekerjaan saya menuntut
saya untuk mempunyai skil sosial yang tinggi. Setiap hari bertemu dengan orang
baru, bekerja dengan orang baru, belajar dengan orang baru. My job changed me in a way that I never
thought possible. I begin to talk, I begin to listen, and what surprised me the
most, I begin to care.
Saya tidak pernah mengira saya mengenal rasa takut, saya
tidak pernah mengira saya bisa peduli akan pendapat orang. Ada baiknya bahwa
saya akhirnya bisa merasa, saya bisa komunikasi dengan baik dan bisa
mendengarkan orang lain.
Tapi kembali lagi setiap perubahan selalu punya sisi
negatif, saat saya mulai merasa dan mulai berkumpul dengan orang banyak, saya
kehilangan diri saya, keegoisan yang selalu menjadi identitas saya. Saya tidak
bisa berkarya maksimal. Saya butuh effort sangat besar untuk sekadar memegang
pensil, yang mana dulu saya tidak pernah bisa meletakkan pensil. Saya butuh
waktu yang lama untuk menggodok konsep karya saya di kepala, yang mana dulu
datang hanya dengan sekejap mata.
Berada bersama terlalu banyak orang akan membuat saya bias
dan mempertanyakan apa yang sebenarnya saya inginkan untuk saya, bukan yang
diinginkan orang lain untuk saya. Bersosialisasi membuat saya kadang berhenti
berpikiran diluar batas, hanya karena saya takut dinilai orang buruk.
Mungkin konteks bersosialisasi yang saya bicarakan ini
berbeda dengan bersosialisi dengan teman dekat, sahabat dan mereka yang
menerima saya apa adanya. Mempunyai jaringan sosial sangat amat penting untuk
hidup dan bertahan hidup ditengah derasnya arus metropolitan. Dengan mengenal
banyak orang, kita mampu keluar masuk dan ditolong dalam situasi apapun. Tetapi
kembali lagi, kalau kita harus berubah dan berhenti berkarya karena dunia sosial
yang begitu jahat, is it really worth it?