Thursday 13 December 2012

The Journey to Find Confidence

Harus dimulai dari mana ya? Pada dasarnya, hidup adalah mencari keseimbangan, pelukis terkenal Henri Matisse pernah mengatakan What I dream of is an art of balance. So there we go, semua memang harus mencari keseimbangan dalam hidup masing-masing, juga dengan kadar keseimbangan berbeda-beda.


Mungkin bisa dimulai dari anak kecil yang cukup aktif, tidak banyak intrik, semua berjalan seperti seharusnya. Sebagai anak terakhir dari 3 bersaudara (perempuan semua), saya cenderung untuk melakukan semuanya dengan kiblat kakak saya. Dibesarkan dengan cara yang cukup tegas, kedua orang tua saya cukup protektif terhadap ketiga anaknya, hal ini juga yang makin memicu kenakalan anak (yang saat itu masih dalam tahap mencari jadi diri). 

Saya, sebagai seorang anak, tumbuh dengan keinginan untuk dianggap sudah dewasa. Beda umur yang cukup jauh dengan kedua kakak saya, membuat saya harus mencuri perhatian mereka, dan berlagak dewasa (meskipun belum) agar bisa diajak main atau nongkrong bersama. Hingga suatu saat, ketika saya duduk di bangku SMP, saya sadar bahwa kedua kakak saya cukup berulah, dan memusingkan kedua orang tua saya. Akhirnya tumbuhlah sikap, tidak ingin dianggap sama seperti mereka, tidak mau mengecewakan orang tua dan mulai mencari jati diri sendiri.

Saya memilih sekolah yang berbeda dengan mereka, saya mencoba mencari sesuatu yang unik dalam diri saya. Namun keinginan saya ini, bertentangan dengan keinginan ibu saya, yang memang menginginkan anak idaman (meskipun nakal) seperti kedua kakak saya. They both go to the same pre-school, elementary school, junior high school, high school, and even the same major at the same college. Untuk ibu saya, menjadi dokter adalah impiannya untuk anak-anaknya, dan kenyataan bahwa anak bontot-nya mau mengambil jalan berbeda adalah sesuatu yang tidak bisa diterima.

Ibu saya cenderung menganggap saya tidak pintar, tidak berbakat, tidak bisa diatur, inilah kemudian yang makin membuat saya tertutup, makin mencoba mencari apa sebenarnya yang saya inginkan dalam hidup? Mungkin terkesan aneh, tapi saya bersyukur bahwa ibu saya tidak pernah mendukung saya dalam melakukan apapun yang saya inginkan, karena pada akhirnya saya terjun lebih banyak dalam meditasi, dan pencarian jati diri itu sendiri. I don't think I can be the person that I am today, If she believes in me from the start, so.. Thanks mom. 

The highlight of my life, seperti juga kebanyakan orang, adalah saat saya duduk di bangku SMA. Meskipun kadang ada orang yang masa SMA-nya pahit, tapi percayalah bahwa memang ini adalah tahapan untuk menjadi diri kita sesungguhnya. Saya tumbuh menjadi gadis remaja yang cukup tertutup, meskipun saya cukup bermain, tapi saya lebih banyak menghabiskan waktu saya sendirian dan menggambar. Cara saya mengekspresikan diri lewat karya saya adalah cara meditasi yang paling cocok, dan saya bersyukur saya menemukan cara itu, karena tanpa kegiatan ini, saya tidak tahu apakah saya menemukan jatidiri saya atau tidak.

Saya jarang berkomunikasi langsung dengan orang, dan meski saya senang berargumen, saya lebih banyak menuangkan argumen itu ke dalam karya saya. Tumbuhlah saya sebagai gadis pemalu, yang tidak pandai berhubungan sosial. I spent my time reading fantasy books. Imajinasi ini juga membuahkan karya yang banyak, saya terpukau dengan dunia mimpi, dimana disana banyak hal tidak terduga, dan saya tidak perlu menjadi diri saya seutuhnya yang seringkali tidak cocok dengan orang lain. Di dunia mimpi, saya disambut setiap kali saya datang. It's like a liquid form of everything.. Time, people, events.. Anything can happen, anything beyond your prediction. I'm fascinated by this thought.

Keterpukauan saya pada dunia mimpi sebenarnya tidak membantu saya sama sekali, saya malah makin menjauh dari orang lain, karena saya lebih suka berada di dalam kamar saya dan kembali melukis. Saya makin menarik diri dari kehidupan sebenarnya.

No comments:

Post a Comment