Monday 24 November 2014

Kebudayaan di Sekitar Kita


Bicara mengenai arti kebudayaan bagi bangsa Indonesia, tentunya tidak bisa dipungkiri dari akar yang mendarah daging tentunya Bahasa Indonesia yang setiap tanggal 28 Oktober kembali kita ucapkan, yaitu menjunjung Bahasa Indonesia. Jika melihat keadaan Bahasa Indonesia ditengah dunia modern saat ini, tentunya kita termasuk bangsa yang menjunjung tinggi bahasa ibu. Ini dibuktikan dalam sejarah bahwa Indonesia baru memasukkan Bahasa Inggris dalam kurikulum pendidikan pada tahun 1967. Namun sejak saat itu, kemampuan berbahasa asing bangsa Indonesia makin terasah, hal ini juga berkembang seiring dengan perkembangan ekonomi Indonesia, terutama di kota-kota besar seperti Jakarta, kemampuan berbahasa Inggris seperti menjadi kemampuan mutlak yang harus dimiliki jika seseorang mau melamar kerja. Kemampuan berbahasa Inggris mutlak diperlukan untuk bertahan hidup di Jakarta.

Keberadaan Bahasa Indonesia sebagai jatidiri bangsa mulai terancam di kota-kota besar, salah satunya di Jakarta. Menurut catatan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 2014 saja ada 111 sekolah internasional di Indonesia. Sekolah internasional hampir 1000% lebih mahal jika dibandingkan dengan sekolah negeri, Namun para orang tua berlomba-lomba untuk mendapatkan pendidikan ini. Lalu bagaimana dengan hasilnya? Seringkali kita jalan di ruang publik dan mendengar anak berumur 5 tahun bicara bahasa Inggris dengan fasihnya, tanpa terbata-bata, seakan itu adalah bahasa ibu. Terkadang malah sang ibu yang kesulitan berkomunikasi dengan anaknya yang sangat fasih berbahasa asing dan kurang mengerti bahasa Indonesia yang baik dan benar. Sudah jelas benar bahwa anak yang terbentuk seperti ini tidak akan mengalami benturan keras ketika melamar kerja jika ia sudah dewasa nanti, skill bahasa Inggris seperti ini tentunya menjadi factor penting dalam komunikasi internasional. Namun yang jadi pertanyaan apakah kita membesarkan semua anak kita untuk berkiprah dalam dunia bisnis yang penuh dengan kepentingan asing? Apakah kita harus mendidik anak kita agar patuh terhadap apa yang dikatakan bangsa lain untuk memajukan ekonomi Indonesia sebagai satu-satunya aspek yang harus diperjuangkan dalam hidup mereka?

Yang cukup menakutkan adalah jika kita membayangkan anak-anak ini tumbuh dewasa dengan kemampuan komunikasi terbatas baik lisan maupun verbal, dan anak-anak ini kehilangan bahasa mereka sendiri. Bayangkan suatu saat nanti tidak ada lagi generasi yang bisa membaca buku-buku sastra Indonesia? Bahkan tidak ada lagi komunikasi khas jalanan yang kental dengan bahasa asli dari daerah tersebut. Fenomena ini harus digarisbawahi sebagai runtuhnya generasi penerus Bahasa Indonesia.

Kecintaan pada Bahasa sendiri bisa kita lihat pada Negara Jepang. Dengan situasi di era modern dimana informasi bisa datang dari semua tempat, Jepang merupakan salah satu Negara dengan teknologi paling modern dan paling berkembang pesat. Budaya masyarakat Jepang disusupi teknologi yang luar biasa canggih dalam kesehariannya. Namun ada hal yang sangat penting, yang tidak bisa disusupi yaitu kecintaan masyarakat Jepang pada bahasa ibu mereka. Kecintaan inilah yang menjadikan Bahasa Jepang sebagai bahasa ke-6 yang paling banyak dipelajari di seluruh dunia.

Kembali lagi ke akar dan kultur bangsa, dalam berbudaya seringkali Indonesia mengalami benturan dengan negeri tetangga, yang tak lain tak bukan, yang berbatasan langsung dengan Indonesia, yaitu Malaysia. Kita bersaing dengan Malaysia tidak hanya dalam olahraga, tetapi juga dalam klaim budaya. Kasus klaim batik sebagai budaya bangsa memang dimenangkan oleh Indonesia, tetapi mengapa pula harus demikian? Jika nenek moyang kita merekam sesuatu di atas kain, bukankah berarti ada juga yang melakukan hal itu? Afrika juga dikenal sebagai benua yang memiliki banyak kain tradisional dengan motif yang tidak kalah menarik dibanding motif batik Indonesia.
Suatu budaya berkembang dengan beragam nilai yang bisa dipetik dari berbagai hal, Namun penerapan budaya yang diserap dalam suatu daerah, dalam hal ini dalam suatu Negara, tentunya haruslah berkembang dan sesuai dengan pola pikir dan kebiasaan dari masyarakan yang berada di daerah tersebut. Maka bukanlah suatu hal yang disarankan bahwa dalam keadaan dunia modern seperti ini kita sebagai Negara timur membuka diri sebesar-besarnya terhadap kebudayaan yang saat ini merajai dunia. Seharusnya kita sudah memiliki ide atau gambaran besar, road map, dalam membawa budaya Indonesia menjadi salah satu budaya paling dikenal di dunia. Kita sebagai bangsa Indonesia, yang tentunya memiliki nasionalisme yang kuat, sudah harus menyusun strategi untuk berperang di dalam dunia, dengan senjata yang paling kuat, yaitu budaya Indonesia.
     
       Budaya dengan segala keindahannya juga adalah salah satu alat politik. Misalnya dalam gemerlap dunia K-Pop yang saat ini sedang merajalela tersisip pula maksud dan tujuan dari Negara penghasil budaya ini yaitu Korea. Korea sebagai salah satu Negara dengan ekonomi yang paling kuat saat ini di dunia, menunjukkan kekuatannya salah satunya dengan merajai dunia dengan budaya pop asal negeri ginseng ini yang lengkap dengan semua warna-warni budaya K-Pop. Hal ini diakui oleh Korea sebagai salah satu alat untuk menantang Amerika, yang selama ini merajai tangga lagu dunia dan juga panggung dunia hiburan. K-Pop datang dengan kualitas penyanyi yang sekadarnya, bahkan kadang tidak bisa bernyanyi sama sekali, Namun yang luar biasa adalah cara pengemasan yang dilakukan dengan seapik-apiknya, sehingga memberikan pertunjukkan luar biasa bagi para penonton yang langsung dibuat terhipnotis.
    
       Tidak hanya dengan penampilan yang luar biasa, tetapi panggung dunia hiburan juga diobrak-abrik sistemnya oleh K-Pop, atau dalam hal ini oleh Korea. Yang biasanya seorang artis, atau penyanyi, atau sebuah grup mencari uang dari penonton lewat konser dan penjualan album, kali ini Korea menambahkan beberapa aspek yang menarik, diantaranya lewat proses meet and greet yang dipungut biaya cukup besar, yang kemudian dilakukan sangat sering, dengan skala yang besar, sehingga menjadi salah satu faktor keterikatan penggemar dengan sang idola.
      
       Besarnya Korea di panggung dunia hiburan saat ini bukanlah kebetulan semata, para ahli kebudayaan di Korea maupun pemerintah paham betul akan potensi budaya mereka, yang juga dibumbui oleh dendam akan dominasi budaya Amerika yang setiap kali disajikan di panggung dunia hiburan. Kesuksesan Korea dalam menaklukkan dunia hiburan sudah dipersiapkan sejak lama, sehingga masyarakat Korea tumbuh dalam rencana menaklukkan dunia dalam arti sebenarnya. Korea juga adalah salah satu Negara yang masih menjalankan wajib militer bagi para remaja disana, bahkan salah satu personil dari Super Junior – boy band fenomenal asal Korea – sempat rehat dari karirnya untuk mengikuti wajib militer, ini juga merupakkan salah satu cara dari pemerintah Korea Selatan untuk membuat masyarakat, khususnya kaum muda, mengerti akan tanggung jawabnya sebagai warganegara.

Kesuksesan K-Pop dalam menaklukkan dunia hiburan tentunya berimbas sangat baik pada ekonomi Korea Selatan, saat ini Korea Selatan merupakan Negara ke 12 dengan ekonomi terkuat di dunia. Korea berkembang pesat dalam industri kreatif dan juga industri mesin. Yang ingin ditekankan disini adalah betapa suatu budaya dapat memberikan efek positif terhadap perkembangan ekonomi, apalagi jika kebudayaan itu adalah kebudayaan mengakar, yang kemudian memberikan perbedaan yang sangat jelas dengan kebudayaan lain. Kebudayaan yang kuat adalah kebudayaan yang mempunyai identitas. Kebudayaan yang berbeda, menjadikan suatu Negara unik.

 Pendapat Sapardi Djoko Damono yang mendalam mengenai membuka diri dan membuka pikiran kepada kebudayaan lain, bahkan diharuskan untuk mencari dan mencuri kebudayaan asing untuk diserap menjadi kebudayaan baru, tidak sepenuhnya benar. Hal ini dikarenakan dalam melihat suatu budaya, masyarakat yang menetap dalam suatu Negara haruslah jeli. Dalam era modern dengan teknologi dan informasi yang berlimpah, kebudayaan suatu Negara memang pasti dipengaruhi oleh kebudayaan lain, Namun tentunya kedewasaan kebudayaan dari Negara kita sendiri – Indonesia – bisa terlihat ketika masyarakat tidak langsung menyerap dan membawanya ke dalam kehidupan sehari-hari. Masyarakat Indonesia sudah melakukan apa yang memang seharusnya dilakukan suatu budaya dewasa, yaitu memilih dan menyeleksi apa kebudayaan yang cocok diterima, dan apa yang harus ditolak.

Sapardi Djoko Damono, menggambarkan sebuah analogi yang menarik untuk membedakan cara melihat masyarakat Indonesia zaman dahulu ketika menyerap Gatotkaca dan Mahabharata yang berasal dari India untuk kemudian masuk kedalam budaya Indonesia, hal ini sangatlah berbeda dengan cara masyarakat modern menanggapi tokoh Superman dan menyerapnya didalam budaya Indonesia. Bukanlah tidak mungkin seseorang sangat mencintai tokoh superhero Superman, namun yang harus diingat oleh Sapardi Djoko Damono, penerapan budaya di dalam kehidupan tidaklah seperti dulu lagi. Masyarakat yang benar-benar suka dengan Superman, tidak lagi terhipnotis kemudian memahatnya dalam relief di rumah mereka, Namun penerapan yang lebih popular seperti menggambarnya di dalam buku mereka, lebih masuk akal. Masyarakat Indonesia sudah tahu benar bagaimana cara membawa pengaruh budaya asing ke dalam kehidupan mereka sehari-hari tanpa merusak nilai-nilai kebudayaan yang dipercayai oleh mereka.

Belajar dari beberapa kebudayaan yang dianggap belum dewasa, sebut saja budaya dari benua Afrika (mayoritas, karena tentunya Afrika terdiri dari banyak budaya), karena masyarakat asli yang menetap di Afrika mudah percaya dan membuka diri terhadap kebudayaan asing, hingga saat ini penerapan bahasa yang menyatu masih sulit ditemukan oleh benua hitam ini. Tidak hanya itu, budaya Afrika yang masih sangat dekat kepada alam dan belum mengalami fase pendewasaan, seringkali dibuat sedemikian rupa sehingga bisa menguntungkan para pendatang, bahkan hampir semua Negara barat mempunyai kepentingan di benua yang kaya raya dengan mineral bumi ini.

Tentunya seperti kita telah pelajari dalam sejarah bahwa Indonesia sudah berulangkali mengalami penjajahan, mulai dari yang bertahan berabad-abad, hingga yang hanya bertahan beberapa tahun saja, proses inilah yang mendewasakan budaya Indonesia, sehingga budaya Indonesia sudah berkembang menjadi budaya yang penuh dengan kebijaksanaan. Sangat jauh dari bijaksana, bila bangsa Indonesia menyerap semua kebudayaan asing yang sarat akan kepentingan politik dalam situasi dunia saat ini. Yang diperlukan adalah kedewasaan masyarakat untuk benar-benar mengerti akan potensi budaya yang dipegang oleh Indonesia, dan mau menjual juga membanggakan budaya Indonesia, sehingga bisa diberdayakan semaksimal mungkin di dunia. Belajar dari apa yang sudah dituliskan oleh sejarah Indonesia, untuk percaya dan membuka diri kepada masyarakat asing, bisa berimbas menetapnya mereka dan akhirnya merajalela di bumi pertiwi.

No comments:

Post a Comment